Olahraga bukan sekedar rekreasi tetapi juga untuk
mengejar prestasi. Dalam mencapai tujuan baik untuk rekreasi atau prestasi,
olahraga terdiri dari berbagai macam resiko dan tantangan. Olahraga dengan
tantangan yang sangat besar salah satunya adalah Terjun Payung / parasailing.
Terjun
payung adalah aktivitas yang melibatkan
terjun dari sebuah pesawat terbang menggunakan parasut yang dapat dibentangkan.
Sejarah awal terjun
payung tidak jelas. Diketahui Andre-Jacques Garnerin membuat lompatan parasut
dari balon udara panas di tahun 1797. Pertandingan awal dapat dilacak pada
tahun 1930-an, dan menjadi olahraga internasional pada tahun 1951.
Olahraga dirgantara
selalu memukau masyarakat, sehingga di manapun dan kapanpun, kegiatan itu
diselenggarakan, akan selalu menarik perhatian masyarakat. Salah satunya adalah
terjun payung.
Selain mengandalkan
teknik, olahraga terjun payung memacu adrenalin dan membutuhkan nyali besar.
Pasalnya, olahraga ini cukup menantang maut. Olahraga ini memang tontonan yang
menarik dan menimbulkan rasa penasaran untuk mencoba. “Bukan hanya nyali, tapi
prosedur keselamatan juga harus diperhatikan. Kalau kita melaksanakan aturan
yang ada dengan benar, tentu risiko bahaya pun semakin kecil. Pokoknya safety
first,” kata Nisfu Chasbullah, Chairman Persatuan Olahraga Dirgantara (Pordiga)
Terjun Payung.
Ada tiga jenis
karakter terjun payung, yaitu ketepatan mendarat, kerja sama di udara, dan
kerja sama antarkanopi. Masing-masing jenis ini mempunyai karakter tingkat
kesulitan dan karakter kepuasan tersendiri. “Jika kita terjun di nomor
ketepatan mendarat, tentu kepuasan itu datang apabila kita bisa menginjak
“titik zero” di titik biru. Ini bukan hal yang mudah mengingat kita harus
memperhitungkan saat di udara. Tapi bila kita berhasil melakukannya, itu adalah
lompatan yang sempurna,” kata Nisfu.
Begitu pula dengan
kerja sama di udara dan antarkanopi. “Kalau kerja sama berjalan dengan baik,
tentu merupakan kepuasan. Sebab, itu adalah satu hal yang dilakukan secara
bersama-sama. Mereka harus berkonfigurasi dan merencanakan sesuatu itu dari
atas awan sampai nanti di darat,” jelasnya.
Melayang-layang di
angkasa luas, rasanya seperti berenang dan meinggalkan memori tersendiri.
Bercengkerama dengan awan memang memberikan kepuasan lebih. Melihat pemandangan
yang terbentang luas dari atas awan begitu memanjakan mata. Melayang seperti
burung di antara embusan angin sejuk pegunungan merupakan sensasi tersendiri.
Pemandangan daratan begitu memukau bila diliat dari atas. Semua yang ada di
daratan hanya titik kecil. Bumi memang tak berujung, dimensi pandangan mata
sungguh tak terbatas. Di situlah kita sadar akan kebesaran Tuhan.
Sekilas, olahraga ini
lumayan menguras kocek. Pasalnya, sebuah pesawat sangat diperlukan untuk
melakukan lompatan. Selain itu, harga peralatan penunjang seperti Canopi,
Harness & Container, Payung Cadangan, Altimeter, Googles (kacamata),
Jumpshoot, dan Helm mencapai kurang lebih Rp 36 juta. Kendati demikian, Nisfu
membantah bahwa terjun payung adalah olahraga yang cukup mahal. Menurutnya,
banyak cabang olahraga lain yang jauh lebih mahal ketimbang terjun payung.
“Misalnya olahraga yang berhubungan dengan otomotif. Pasti itu memerlukan biaya
yang tidak sedikit untuk perawatan dan hal lainnya. Terjun payung itu olahraga
yang relatif tidak mahal. Buktinya ada juga penerjun yang berasal dari kalangan
mahasiswa yang notabene mereka mempunyai keterbatasan dana,” ungkapnya.
Sejarah Terjun Payung
Sudah lama manusia
ingin melakukan penerjunan, namun tidak dapat dilaksanakan karena belum ada
peralatan memadai. Akhirnya, sekitar tahun 1617, Fausto Veranzio menjadi
manusia pertama yang melakukan penerjunan dari sebuah menara di Venesia,
Italia, dan mendarat dengan selamat menggunakan alat yang mirip parasut.
Sedangkan penerjunan dari suatu benda terbang, baru dilaksanakan untuk pertama
kalinya sekitar tahun 1797, yaitu oleh Andre Jacques Garrnerin di Paris,
Perancis, dari sebuah balon tyudara.
Sekarang terjun payung dilakukan sebagai aktivitas
rekreasional dan olahraga kompetitif.
Jenis
Terdapat sejumlah jenis olahraga terjun payung
Salto
Skysurfing
Formasi kanopi
Salto tandem
Gaya terjun bebas
Terbang bebas
Leslie Irvin yang
diselamatkan oleh parasut dalam suatu kecelakaan di Inggris, merasa berhutang
budi pada perlengkapan itu. Sejak peristiwa yang terjadi pada tahun 1919 itulah
akhirnya ia membaktikan seluruh sisa hidupnya untuk mengembangkan dan
menyempurnakan teknologi dan sistem parasut.
Marsdya TNI (Pur)
Budiarjo, menjadi orang Indonesia pertama yang memanfaatkan parasut, yaitu saat
ia bertugas sebagai telegrafis (RTU) di sebuah pesawat pembom Glen Martin,
mengalami kerusakan dan terpaksa terjun menggunakan parasut. Penggunaan parasut
dalam operasi militer di Indoensia untuk pertama kalinya dilaksanakan dalam
suatu Operasi Lintas Udara, yaitu tanggal 17 Oktober 1947 di Kotawaringin,
Kalimantan di mana diterjunkan 13 orang anggota Pasukan Gerak Tjepat AURI untuk
mempertahankan keutuhan wilayah nasional untuk melawan penjajah Belanda. Namun
orang yang pernah terjun payung di Indonesia adalah anggota Angkatan Udara
Belanda, Pembantu Letnan A.J. Oonine, di Pangkalan Udara Kalijati, tanggal 30
Desember 1930.
Terjun Payung di Indonesia
Tuti Gantini, putri
angkat Kolonel Udara R.H. Wiriadinata, menjadi orang sipil pertama yang terjun
payung (statik). Peristiwa bersejarah itu disusul oleh delapan orang wartawan
asal Jakarta dan Bandung yang mengikuti pendidikan Sekolah Para Angkatan Udara
pada angkatna ke-42 di Margahayu, Bandung. Mereka masih menggunakan payung
Ervin buatan Inggris dalam Perang Dunia II dan payung D-1 dengan selubung buatan
Sovyet. Mereka dilatih mendarat dengan system tumbling dan push. Dalam
perkembangannya, Angaktan darat, Laut, Udara dan Kepolisian melatih para pemuda
yang sebagian besar terdiri dari mahasiswa untuk terjun freefall. Semula mereka
menggunakan payung bundar seperti Ervin dan Para Commander, tapi kemudian
menggunakan berbagai jenis payung square yang jauh lebih canggih.
Namun terjun payung
sebagai olahraga, baru diperkenalkan di Indonesia untuk pertama kalinya tahun
1962 oleh Mladen Milicevic (Mica), seorang yang berkebangsaan Yugoslavia, yang
saat itu diperbantukan di Sekolah Para Komando TNI AD di Batujajar. Sejak itu,
terjun payung berkembang menjadi sebuah olahraga yang semakin digemari.
Perkumpulan terjun payung pertama adalah AVES didirikan di Bandung oleh para
mahasiswa ITB bersama wartawan Trisnoyuwono tanggal 29 Juli 1969. Akhirnya
olahraga terjun payung pun mulai berkembang pesat. PUncaknya, tanggal 17
Januari 1972, klub-klub terjun payung yang terdapat di Indonesia (62 klub)
sepakat untuk bergabung dalam induk organisasi Federasi Aero Sport Indonesia
(FASI).
Cabang olahraga ini
tak bisa lepas dari kemajuan teknologi, yang mampu menciptakan
peralatan-peralatan baru yang semakin hari semakin canggih. Penggunaan
peralatan baru tersebut oleh para atlet memungkinkan dilakukannya
manuver-manuver baru di udara yang sulit dilakukan dengan peralatan jenis lama.
Bahkan dengan menggunakan peralatan baru tersebut mampu dipecahkan rekor-rekor
baru dalam berbagai nomor perlombaan.
Cabang olahraga
terjun payung memperlombakan berbagai nomor antara lain ketepatan mandarat,
kerja sama di udara, kerja sama antarkanopi dan free style. Nomor-nomor lain
adalah formation skydiving dan sku surfing. Jenis parasut yang digunakan dalam
perlombaan terjun payung misalnya jenis DC-5 untuk ketepatan mendarat, atau
PD-150 untuk kerja sama di udara. (CBN Port
Kejuaraan
Dunia Terjun payung di Bali
Indonesia International Skydiving Championship (IISC) 1989 yang diselenggarakan di Bali oleh Persatuan Terjun Payung TNI Angkatan Darat (PTPAD), anggota FASI, pada tanggal 22 Juli – 5 Agustus 1989 diketuai oleh Mayjen TNI Sutopo, Asisten Personel KASAD, sedangkan Ketua Harian Panitia Pelaksana dijabat oleh Kolonel Inf. Luhut B. Panjaitan. Nama IISC-89 untuk membedakan dengan nama kejuaraan dunia terjun payung lainnya yang telah digunakan oleh FAI yaitu World Cup dan World Championship. Dengan masuknya FASI sebagai anggota FAI, maka hal itu sangat memperlancar IISC-89 dalam mengundang negaranegara anggota FAI lainnya. Selain itu, para pakar terjun payung kelas dunia yang duduk dalam kepanitiaan IISC-89 dapat memberikan jaminan bahwa penyelenggaraan kejuaraan dunia terjun payung di Bali ditangani secara profesional dan akan berjalan dengan baik.
Salah seorang pakar
terjun payung yang menjadi Koordinator Boogie Jump dan Konsultan Utama IISC-89
ialah B.J. Worth dari Amerika Serikat, seorang pemegang 40 medali internasional
dan nasional dalam terjun payung. B.J. Worth juga menjadi stuntman lima film
James Bond, di antaranya Moonraker, Octopussy dan A View to Kill menggantikan
Roger Moore dan lawannya dalam adegan menegangkan di udara. Penerjunannya yang
ke-5009 dilakukan di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta. Direktur Bidang
Pengarah Pertandingan dijabat oleh Gene Birmingham yang juga telah berpengalaman
terjun di atas 5.000 kali. Pakar terjun payung dari Australia itu, adalah
peserta pemecahan rekor dunia dalam kerja sama di udara yang berhasil
bergandengan tangan sebanyak 100 orang pada tahun 1987. Pakar terjun payung
lainnya ialah Jerry Bird seorang mantan Green Barret Amerika Serikat dengan
catatan terjun payung sebanyak 6.300 kali. Jerry yang menjadi Koordinator Kerja
Sama di Udara dalam IISC-89 adalah Koordinator Penerjun dalam pemecahan rekor
dunia kerja sama di udara sebanyak 144 orang di Perancis pada tahun 1987 yang
mungkin sampai saat ini belum ada yang melampauinya. Hakim Pertandingan IISC-89
dijabat oleh Lars Lendelh, seorang yang telah banyak maka asam garamnya terjun
payung.
Minat peserta IISC-89
di Bali sangat banyak, bahkan banyak di antara peminat yang mendaftarkan diri
langsung membayar. Peserta datang dari Amerika Serikat, Inggris, Perancis,
Belgia, Yugoslavia, Uni Sovyet, Oman, Uni Emirat Arab, RRC, Korea Selatan, dan
masih banyak lainnya. Di antara 40 negara anggota FAI yang diundang, 29 negara
ikut serta dalam IISC-89 dengan jumlah perserta 615 orang. Nomor pertandingan
yang dilombakan ialah ketepatan mendarat (accuracy), kerja sama di udara
(relative work) dan kerja sarna antar parasut (canopy relative work). Panitia
menyediakan berbagai piala dan hadiah uang dengan total US $. 30.000,- Nama tim
sipil yang ikut serta ialah Air Bear (AS), Flash Trash (Inggris), Gecko (AS),
Brue Fish (AS), Night in White Satin (AS), Promotheus (Australia), Lobsters
Never Flounder (Australia) dan Plaid Jacket (Kanada). Selain itu terdapat
sekelompok wisatawan Australia yang sedang berlibur di Bali membentuk tim
bernama Bali-Boogie-Beach-Boys (BBBB), tetapi mereka tidak mewakili negaranya.
Bintang tim Angkatan Bersenjata ialah US Army Golden Knights yang pernah
menjadi juara dunia dua kali, masing-masing di Perancis pada tahun 1987 dan di
Australia pada tahun 1988. US Air Force Wings of Blue juga ikut tampil. Pasukan
Para Angkatan Darat Inggris menurunkan The Red Devil Parachute Team, sedangkan
Angkatan Laut Inggris menampilkan The British Royal Marine Parachute Team.
Delapan dari 12 tim Indonesia adalah gabungan dari Angkatan Darat, Laut, Udara
dan Kepolisian. Amerika Serikat menurunkan peserta paling banyak yaitu 200
orang, sedangkan Australia sebanyak 100 orang.
IISC-89 di Bali
merupakan kejuaraan dunia terjun payung yang belum pernah diadakan sampai pada
saat itu. Kejuaraan dunia sejenis yang sebelumnya diselenggarakan di Amerika
Serikat diikuti oleh 26 negara dengan sekitar 500 orang peserta, sedangkan IISC-89
di Bali diikuti oleh 29 negara dengan 615 orang peserta. Hal ini tentu saja
mengangkat citra FASI di mata FAI. Sebagai anggota baru FAI, FASI telah dapat
menunjukkan kemampuannya dalam menyelenggarakan kejuaraan dunia terjun payung
yang bersifat kolosal dalam skala internasional.
Pesta Terjun Payung.
Di antara 615 orang peserta IISC-89, 122 orang ikut serta dalam pertandingan
dan sisanya menjadi peserta boogie jump. Pesta terjun payung juga dimeriahkan
dengan terjun tandem yang masih merupakan hal yang baru pada waktu itu.
Masyarakat dapat merasakan ikut terjun payung dengan digendong oleh tandem
master. Biaya sekali terjun tandem sebesar US$.125. Minat wisatawan domestik
dan mancanegara maupun masyarakat Bali sangat besar. Seorang wisatawan wanita dari
Jepang ada yang ikut tandem sampai lima kali. Pemilik Bagus Pub seorang
penduduk asli Bali yang demikian terpesonanya dengan cabang olah raga
dirgantara ini ikut terjun tandem sampai tujuh kali. Bahkan ia menganjurkan
semua waitress dan karyawannya ikut merasakan kehebatan “olah raga maut” itu.
Made Radipta yang bekerja di salah satu butik pakaian di Legian dan Kamal Kaul,
Manager Hotel Oberoi masih ikut dalam terjun. tandem keempat kalinya. Sampai
IISC- 89 usai, sekitar 300 orang telah ikut terjun tandem. Namun masih banyak
peminat yang belum mendapat kesempatan.
Puncak acara IISC-89 ialah pesta terjun senja di
pantai Kuta yang disebut The greatest sunsets jump in the world. Ketika senja
hari dan matahari mulai memerah mendekati kaki langit di ufuk barat, enam
pesawat muncul dari arah tenggara menyusur pantai Kuta Bali sepanjang empat
kilometer yang telah dipenuhi sekitar 60 ribu penduduk Bali dan wisatawan
domestik maupun mancanegara. Pesawat C-160 Transall Pelita Air Service yang
berada pada urutan paling depan sebagai flight leader diikuti oleh dua pesawat
C-130H Hercules Skadron Udara 31 TNI AU sebagai wingman dalam bentuk string
formation.
Dua pesawat
NC-212-200 Aviocar TNI AD dan sebuah pesawat sejenis milik TNI AL berada
dibelakangnya juga dalam bentuk formasi yang sama. Keenam pesawat yang terbang
pada ketinggian 12.000 kaki itu mengangkut 435 penerjuh boogie, termasuk
delapan tandem master yang membawa penumpangnya dalam NC-212 TNI AL pada urutan
paling belakang. Sementara itu dua buah fregat TNI AL di lepas pantai Kuta,
empat tim Marinir dengan perahu karet bermotor tempel di pantai Kuta dan dua
helikopter NBO-105CB Bolkow milik Dinas Penerbangan Kepolisian di Bandara
Ngurah Rai, siaga untuk operasi SAR. Bersamaan waktu dengan bunyi bel berdering
panjang di setiap pesawat, maka para penerjun dari berbagai bangsa berhamburan
meloncat dari pesawat lewat pintu belakang. Dari darat para peterjun tampak
bagaikan kacang kedelai ditumpahkan dari udara. Mereka membuka payung pada
ketinggian 3.000 kaki. Lebih dari 400 payung warna-warni memenuhi langit diatas
pantai Kuta, pada senja hari. Peristiwa besar dimasa damai itu menjadi kenangan
abadi bagi para pelaku maupun bagi mereka yang menyaksikannya.
Sebuah harian di
Jakarta menulis, inilah boogie jump terbesar di dunia hingga saat ini. la telah
berhasil menghimpun penerjun berbagai bangsa dalam persaudaraan dirgantara.
Dalam lingkaran-lingkaran kecil, mereka bergandengan tangan, menggemakan lagu
Auld Lang Syne. Ketika puluhan lingkaran itu mencair, dan setiap penerjun
saling berpeluk, keharuan menitik di pantai Kuta. Entah kapan lagi mereka bisa
menerangi angkasa pantai yang tersohor indah dikala senja itu.
Dana IISC-89 Rp.1,5
milyar. IISC-89 di Bali menjadi catatan penting bagi kebangkitan olahraga
terjun payung di Tanah Air. Catatan lain yang tidak kalah pentingnya ialah
panitia bukan saja berhasil menangani kejuaraan itu secara profesional, tetapi
juga mampu menutup kebutuhan dana yang besar untuk kejuaraan terjun payung yang
bersifat kolosal dalam skala internasional. Hal itu tidak lepas dari
perencanaan yang baik. Kolonel Luhut B. Panjaitan, Ketua Harian Panitia
Pelaksana mempunyai pemikiran yang sedehana dalam mengatasi kebutuhan dana. la
berkata, “Mereka yang mampu mencari dana yang besar ialah para pengusaha”.
Dengan demikian Panitia Bidang Dana diserahkan kepada Himpunan Pengusaha Muda,
langkah itu tidak sia-sia. Summa/Astra Group memberi sponsor 500 juta.
Bimantara beberapa ratus juta. Ir. Herman Arif Kusumo, seorang pengusaha muda
anggota perkumpulan Terjun Payung Aves di Bandung juga memberikan sumbangan
yang cukup besar. Kebutuhan dana sebesar Rp. 700 juta dari sponsor/iklan telah
dilampaui. Dana sebesar Rp. 800 juta diperoleh dari peserta mancanegara yang
tiap peserta dipungut US$. 1 .500 untuk airfare, hotel selama 15 hari termasuk
makan pagi dan makan siang, angkutan ke tempat pertandingan dan 25 kali terjun
payung. Ketika kebutuhan dana membengkak menjadi Rp. 2 milyar, panitia mampu
mengatasinya. Bahkan panitia masih memberikan discount untuk sekali terjun
(diluar 25 kali terjun yang telah menjadi hak dari peserta) seharga US$. 10.
Seharusnya sekali terjun dari ketinggian 12.000 kaki memerlukan biaya US. 25.
Secara keseluruhan panitia telah berjasil menghimpun dana dari para pengusaha
dan berhasil menjual IISC-89 sebagai business commodity.
Prestasi Indonesia. Ketika IISC-89 belum dimulai,
banyak kalangan yang menilai bahwa Kejuaraan Dunia Terjun Payung di Bali
terlalu besar jika dibanding dengan prestasi penerjun payung Indonesia yang
masih dalam lingkup Asia Tenggara. Ternyata kejuaraan dunia berskala kolosal
itu sangat dibutuhkan oleh penerjun payung nasional maupun para pembinanya
untuk memberikan shock theraphy yang dapat menggugah aktivitas penyelenggaraan
kompetisi dan meningkatkan prestasi. Inilah tantangan yang dihadapi oleh Pusat
Terjun Payung FASI.
Upaya pemecahan rekor
nasional kerja sama diudara dilakukan pada tanggal 4 Agustus diatas Bandara
Ngurah Rai. Sebanyak 23 penerjun berhasil melakukan kerja sama diudara. Tetapi
Ralph Presgrove, juru kamera video Australia, yang terjun bersama mereka untuk
membuat dokumentasi, gagal merekamnya. Upaya memecahkan record dunia kerja sama
di udara sebanyak 144 orang tidak dapat dilakukan dalam IISC-89 di Bali.
Menurut Jerry Bird hal itu disebabkan jumlah penerjun di Bali hanya 80 orang.
Kualifikasi di atas 2000 kaki sangat diperlukan dalam pemecahan rekor dunia.
Selain itu penerjunan dari ketinggian dari 18.000 kaki dengan membuka ramp door
memerlukan peralatan pemasok oksigen bagi penerjun dan awak pesawat. Namun
demikian dalam suatu uji coba yang dipimpin oleh Jerry Bird, dalam sekali coba
para peserta Internasional di Bali berhasil melakukan kerjasama di udara
sebanyak 48 orang. Upaya memecahkan rekor dunia dalam kerjasama di Bali tidak
diteruskan. Jerry Bird menegaskan bahwa Bali cocok sebagai tempat memecahkan
rekor dunia dalam kerjasama di udara.
Dalam mempersiapkan
tim terjun payung untuk IISC-89, Pusat Terjun Payung FASI menyelenggarakan
pelatihan di Lanud Kalijati (sekarang Lanud Suryadarma), Subang dan Pondok
Cabe, Jakarta. Tim kerjasama antar parasut berlatih di Perris Valley,
California, Amerika Serikat. Hasilnya Indonesia kebagian satu gelar yaitu juara
ke-3 dalam nomor kerjasama antar parasut. Juara ke-1 dipegang oleh Pleid
Jackets dari Kanada dan juara ke-2 di tangan Thailand. Dalam nomor ketepatan
mendarat perorangan juara-1 dan juara-2 masing-masing dipegang oleh Letnan
Chaiwat Chai dan Letnan Chancai dari Angkatan Bersenjata Thailand, sedangkan
juara ke-3 dipegang oleh He Jihui dari RRC. Diantara 6 tim yang diturunkan
Indonesia dalam nomor ini, tim nasional menempati urutan 8 dan tim ABRI-1 pada
urutan 9. Dalam nomor kerjasama di udara, juara ke-1 ialah Flash Trash
(Inggris), juara ke-2 Blue Fish (AS) dan juara ke-3 Golden Knights (AS). Gen Birmingham
pakar terjun payung Australia yang juga Mayor Jenderal pensiun mengatakan bahwa
kemampuan penerjun Indonesia dan Thailand seimbang. Seharusnya Indonesia meniru
Thailand, meskipun tidak ada kompetisi tetap berlatih ketat. Menurut tim
manager Thailand Letkol. Boom Nyarit Ngampung timnya berlatih tiga kali
seminggu pagi dan sore hari. Pada tahun 1970-an TNI AU pernah memberi jatah 15
jam terbang pesawat Dakota dalam satu bulan untuk pembinaan FASI.
Walaupun Indonesia
hanya kebagian satu gelar dalam IISC-89 di Bali, Indonesia masih termasuk dalam
10 besar. Prestasi itu sangat jauh dari memuaskan, tetapi cukup baik untuk
bahan introspeksi dan konsolidasi bagi Pusat Terjun Payung FASI.
Piala
Dunia Terjun Payung 1991 di Lombok
Dua tahun setelah
Kejuaraan Dunia Terjun Payung 1989 di Bali, FASI menyelenggarakan Piala Dunia
Terjun Payung 1991 di Lombok yang menjadi salah satu agenda FAI. Dalam agenda
FAI, Piala Dunia Terjun Payung 1991 di Lombok disebut World Cup of
Championships in Classical Parachuting Indonesia 1991, disingkat menjadi World
Cup Parachuting Indonesia 1991 (WCPI 1991). FAI hanya menggunakan dua nama
kejuaraan dalam agendanya, yaitu World Cup dan World Championship. Namun
Kejuaraan Dunia Terjun Payung 1989 di Bali belum sempat masuk dalam agenda FAI,
dan untuk membedakan dengan World Cup dan World Championship, maka kejuaraan
terjun payung di Bali 1989 tersebut menggunakan nama Indonesia International
Skydiving Championship 1989.
Tema WCPI 1991 adalah
“Melalui Penyelenggaraan Piala Ounia Terjun Payung 1991, FASI Menggalang
Kekuatan Dirgantara Nasional Menyongsong Pembangunan Nasional Jangka Panjang”.
WCPI 1991 bertujuan meningkatkan pembinaan olahraga terjung payung dan menjadi
ajang bagi FASI dalam menunjukkan kepada masyarakat tentang prestasi yang telah
dicapai. Diantara sasaran yang ingin diraih adalah memenuhi komitmen FASI
kepada dunia untuk menyelenggarakan Piala Dunia Terjun Payung Indonesia 1991
dengan sukses. Selain itu WCPI 1991 juga untuk meningkatkan kemampuan FASI
dalam mengelola olahraga dirgantara sebagai pertunjukan olahraga (spectator
sport), yaitu suatu sarana promosi usaha yang bermanfaat bagi kedua belah
pihak. Pertunjukan olahraga terjun payung dalam IISC 1989 di Bali dan WCPI 1991
di Lombok, berupa boogie jump (yang disebut sebagai “The Greatest Sunsets Jumps
in the World’) dan tandem jump yang memiliki daya tarik bagi wisatawan domestik
maupun mancanegara. Keterkaitan pertunjukan olahraga terjun payung dengan
bidang promosi itulah yang mampu membiayai IISC 1989 di Bali dan WCPI1991 di
Lombok yang membutuhkan dana cukup besar.
Kompetisi berlangsung
di Lanud Rembiga, Mataram, sedangkan The Greatest Sun Sets Jumps in the World
dilakukan di kawasan wisata pantai Senggigi. Ketua panitia WCPI-91 dijabat oleh
Marsma TNI. Rilo Pambudi, Pangkoopau I. PT. Fortune Indonesia bertindak sebagai
mitra kerja dan Sampoerna menjadi salah satu sponsor. Organizer terjun payung
kelas dunia, yaitu B.J. Worth, Gene Birmingham dan Jerry Bird duduk lagi dalam
kepanitian. Dalam IISC-89 di Bali ketiga pakar terjun payung itu telah memberi
rekomendasi bahwa Indonesia patut diperhitungkan dalam kancah terjun payung
internasional.
WCPI-91 dapat menepis
kekhawatiran masyarakat olahraga maupun masyarakat awam yang sudah mulai
tertarik terhadap olahraga terjun payung bahwa perkumpulan terjun payung
dibawah pembinaan FASI hanya dapat menyelenggarakan kejuaraan dunia terjun
payung satu kali. Usai kejuaraan dunia terjun payung di Bali, usai sudah
persoalan. Tanpa ada kelanjutannya.
WCPI-91 di Lombok
dapat memenuhi keinginan para peserta mancanegara dalam IISC-89 di Bali yang
menyatakan bahwa mereka akan datang lagi jika FASI menyelenggarakan event
sejenis. Bahkan banyak diantara mereka bersedia membayar lebih tinggi, karena
biaya US$.1.500 untuk airfare, hotel termasuk makan pagi dan makan siang selama
15 hari, angkutan ke tempat kompetisi dan 25 kali terjun terhitung sangat
murah. Ternyata mereka menepati janji. Minat peserta WCPI-1991 cukup banyak.
Meskipun WCPI-1991 berlangsung di Lombok, sebagian peserta menginap di Kuta,
Bali. Pada pagi hari para peserta terbang dengan pesawat Hercules menuju Lanud
Rembiga. Mereka melakukan mess jump diatas pangkalan udara. Usai mengikuti
kompetisi, mereka kembali ke Lanud Ngurah Rai dan langsung melakukan boogie
jump diatas pantai Kuta. WCPI-1991 mempunyai dampak positif bagi dunia
pariwisata. Bahkan banyak penerjun yang langsung mendarat di halaman hotel di
kawasan pantai Kuta yang menjadi tempat mereka menginap.
Banyak kalangan
pemerintah berpendapat bahwa kejuaraan dunia terjun payung selanjutnya
dilakukan di daerah lain untuk memasyarakatkan olah raga terjun payung dan
meningkatkan pariwisata. Masalahnya adalah apakah fasilitas di daerah dapat
memadai, misalnya apakah tersedia kamar hotel yang mampu menampung 600 wisata
mancanegara dalam waktu yang bersamaan. Dua daerah yang banyak disebut ialah
Manado dan Batam.
Berbagai perlombaan cabang olahraga terjun payung yang
pernah diselenggarakan baik tingkat nasional maupun internasional, meliputi:
- Kejuaraan Terjun Payung Dunia XIII di Itali tahun
1976. Diikuti para peserta dari Amerika, Uni Sovyet, Jerman Timur,
Polandia, Perancis, Bulgaria, Cekoslovakia, Kanada, Hungaria, Inggris,
Finlandia, Swiss, Italia, Jerman Barat, Australia, Austria, Norwegia,
Denmark, Afrika Selatan, Turki, Meksiko, Indonesia, Jepang, Belanda, Peru,
Swedia, Panama, Chili.
- Kejuaraan Terjun Payung Asean I di Bandung
tanggal 3 – 16 Juli 1976, diikuti oleh Indonesia, Malaysia, Singapura,
Muangthai, Philipina.
- HUT KOPASSUS ke-45 tanggal 17 April 1977.
Berhasil dilakukan pemecahan rekor Kerjasama Antar Parasut sebanyak 17
peterjun.
- PON IX 24 Juli – 2 Agustus 1977 di Jakarta dengan
peserta Sumut, DKI, DIY, Jabar, Jatim.
- Kejuaraan Terjun Payung Asean II di Quezon City,
Philipina tanggal13 Maret – 8 April 1979. Peserta: Indonesia, Malaysia,
Singapura, Muangthai, Philipina.
- Kejuaraan Terjun Payung Asean III di Seletar,
Singapura tanggal 1 – 10 Pebruari 1979. Peserta: Indonesia, Singapura,
Muangthai, Philipina.
- Kejuaraan Terjun Payung Internasional di Ipoh,
Malaysia tanggal 28 Juni – 5 Juli 1980. Peserta: Indonesia, Malaysia,
Singapura, Muangthai, Philipina, Australia, Taiwan dan Selandia.
- PON X 19-30 Desember 1981 di Bogor. Peserta:
Sumut, DKI, DIY, Jabar, Jatim, Aceh, Jateng, Sulut.
- Kejuaraan Terjun Payung Asean IV di Malaca,
Malaysia tanggal 4 – 14 Juni 1981. Peserta : Indonesia, Malaysia,
Singapura, Muangthai, Philipina, Brunei dan Taiwan.
- Kejuaraan Antar Terjun Payung Perguruan Tinggi se
Indonesia di Bandung tanggal 1 – 4 Agustus 1982. Peserta: 12 Perguruan
Tinggi (Univ. Mahadira, UGM, UNS, Unbra, UKI, UPN, ITB, Unpad, Univ. Sam
Ratulangi, Usakti, PTIK)
- Kejuaraan Terjun Payung Asean V di Lephuri,
Muangthai tanggal 30 Maret 10 April 1982. Peserta: Indonesia, Malaysia,
Singapura, Muangthai, Philipina, Brunei, Cina dan Korea Selatan.
- Kejuaraan Terjun Payung Malaysia Ter buka III di
Malaca, Malaysia tanggal 11 – 21 Desember 1982.Peserta: Indone sia,
Malaysia, Brunei, Singapura.
- Kejuaraan Terjun Payung Malaysia Terbuka III di
Malaca, Malaysia tanggal 30 Mei – 3 Juni 1983. Peserta: Indonesia,
Malaysia, Hongkong, dan Singapura.
- Kejuaraan Terjun Payung Asean VI di Bogor tanggal
5 – 12 Nopember 1983. Peserta: Indonesia, Malaysia, Brunei, Australia dan
Internasional.
- PON XI 1985. Peserta: DKI, DIY, Jabar, Jatim,
Aceh, Jateng, Sulut, Sumsel, Kalbar, Sulsel.
- Kejuaraan Terjun Payung Malaysia Terbuka di
Malaca, Malaysia tanggal 20 28 September 1987. Peserta: Indonesia,
Malaysia, Brunei, Muangthai, dan Singapura.
- PON XII 1989. Peserta: DKI, DIY, Jabar, Jatim,
Aceh, Jateng, Sulut, Sumsel, Kalbar, Sulsel.
- Kejuaraan Dunia Terjun Payung 1991.
- Elevation New Year Bali Boogie 2003, tanggal 28
Desember 2002 – 1 Januari 2003.
sumber:http://mediaanakindonesia.wordpress.com/2011/08/15/terjun-payung-olahraga-yang-sangat-menantang/
3 komentar:
aku lg jual terjun payung.
saya mau jaual terjun payung second hand masih bagus, boleh lihat dulu kalau mau...kalau ada yg mau tlp phillip ke nmr ini: 085814888861 sy tinggal di jakarta. trimakasi
untuk lokasi latihanny d mana bang??
Posting Komentar